MEMBANGUN KEPRIBADIAN DAN BUDI PEKERTI LUHUR MELALUI PENERAPAN AJARAN AGAMA HINDU
Abstract
Kepribadian dan Budi Pekerti merupakan dua buah istilah yang saling melengkapi. Kepribadian merupakan sifat-sifat atau karakter yang mendasari atau yang dimiliki oleh pribadi seseorang, sedangkan budhi pekerti adalah sifat, perbuatan atau tingkah laku seseorang yang dilakukan dan dilaksanakan dengan kesadaran dalam bertindak. Budi pekerti merupakan bentuk sikap dan perilaku positif yang dilakukan dan akan membentuk kepribadian dari seseorang. Tingkah laku manusia dalam berbuat tidaklah terlepas dari adanya pengaruh intern dan ekstern. Sifat, karakter, pengalaman hidup, orientasi dan pemahaman nilai merupakan “unsur dalam” yang ada dalam diri manusia. Sedangkan lingkungan yang kondusif, sehat, aktif, positif akan mendukung tingkah laku seseorang dalam hal-hal yang positif dan tidak terlepas dari nilai-nilai etika. Budi pekerti yang salah satu unsur didalamnya adalah perilaku sopan santun atau etika dalam bertingkah laku, merupakan sebuah sikap dan tindakan yang diperoleh berdasarkan kebiasaan yang dilakukan sejak kecil.
Memiliki budi pekerti luhur sangat didambakan bagi setiap orang. Dengan tingkah laku yang baik, diharapkan kelak dikemudian hari, seseorang akan memperoleh kehidupan yang jauh lebih baik, terlepas dari kesengsaraan dan pada giliranya kebahagianlah yang di diperolehnya. Maka pendidikan budhi pekerti sangat dibutuhkan oleh setiap insan manusia khususnya untuk generasi muda sebagai generasi penerus bangsa. Hal ini telah diterapkan dalam kurikulum 2013 yang awalnya disebut dengan mata pelajaran Pendidikan Agama, kini berubah menjadi Pendidikan Agama dan Budi Pekerti. Dengan pendidikan budi pekerti diharapkan akan membentuk sebuah karakter atau kepribadian yang baik dan dapat menciptakan hubungan yang harmonis dengan Sang Hyang Widhi, sesama manusia dan lingkungan yang disebut dengan ajaran Tri Hita Karana. Yang pada gilirannya, kehidupan masyarakat, bangsa dan negara akan menjadi ‘tata titi tentrem kerta raharja, gemah ripah lohjinawi’.
Tri kerangka pokok ajaran agama Hindu telah menegaskan bahwa, disamping penguatan Tattwa dan pelaksanaan tata cara upacara keagamaan, menjunjung tinggi etika dan susila adalah mutlak harus dilaksanakan. Baik etika vertikal (hubungan manusia dengan Sang Hyang Widi) dan etika horizontal (hubungan manusia dengan sesama dan alam lingkungannya). Ajaran Etika atau Susila ini antara lain meliputi Tat Twam Asi, Tri Kaya Parisudha, Panca Satya, Tri Parartha, Dasa Nyama Bratha, Nawa Widha Bhakti, Catur Paramitha. Sudah seharusnya ajaran ini harus dijunjung tinggi dengan cara dipahami, dilaksanakan dan diwujudkan dalam bentuk normatif ideologis dan aplikatif kontekstual sebagai satu kesatuan utuh untuk dapat mendukung terwujudnya budi pekerti luhur demi terciptanya keharmonisan, keselarasan serta keberadaban semesta alam .
References
I Gusti Ngurah Dwaja dan I Nengah Mudana, 2018. Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti (Klas XII). Jakarta. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Kajeng, I Nyoman Dkk. 2009. Sarasamuccaya, Surabaya: Pāramita
Pendit, Nyoman S, 2002, Bhagavadgita, Jakarta, CV Felita Nursatama Lestari
Poedjawitna, 1982. Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta : PT. Bina Aksara
Pudja, Gde dan Sudharta.Tjok Rai. 2004. Manawa Dharmasastra. Surabaya: Paramita
Sura, I Gede. 1985. Pengendalian Diri dan Ethika; Departemen Agama RI
.
Penulis yang mengirimkan naskah melakukannya dengan pengertian bahwa jika diterima untuk publikasi, hak cipta dari artikel tersebut akan diserahkan ke Widya Aksara sebagai penerbit jurnal.
Hak cipta mencakup hak eksklusif untuk mereproduksi dan mengirimkan artikel dalam semua bentuk dan media, termasuk cetak ulang, foto, mikrofilm, dan reproduksi serupa lainnya, serta terjemahannya. Reproduksi bagian manapun dari jurnal ini, penyimpanannya dalam database dan pengirimannya oleh segala bentuk atau media, seperti salinan elektronik, elektrostatik dan mekanis, fotokopi, rekaman, media magnetik, dll., Hanya akan diizinkan dengan izin tertulis dari Widya Aksara. Namun, Penulis memiliki hak untuk yang berikut:
1. Duplikat semua atau sebagian dari materi yang diterbitkan untuk digunakan oleh penulis sendiri sebagai instruksi kelas atau materi presentasi verbal di berbagai forum;
2. Menggunakan kembali sebagian atau seluruh bahan sebagai kompilasi bahan untuk pekerjaan penulis;
3. Membuat salinan dari materi yang diterbitkan untuk didistribusikan di dalam institut tempat penulis bekerja.
STHD Klaten dan Widya Aksara melakukan segala upaya untuk memastikan bahwa tidak ada data, pendapat, atau pernyataan yang salah atau menyesatkan diterbitkan dalam jurnal. Dengan cara apa pun, isi artikel dan iklan yang diterbitkan dalam Widya Aksara adalah tanggung jawab tunggal dan eksklusif masing-masing penulis dan pengiklan.