Upacara Bayar Hajat Di Pulau Mintin: Konstruksi Kearifan Lokal Terhadap Pencemaran Alam Di Kalimantan Tengah

  • Kunti Ayu Vedanti IAHN Tampung Penyang Palangka Raya
  • Megawati IAHN Tampung Penyang Palangkaraya
Keywords: Upacara Bayar Hajat, Pulau Mintin, Pencemaran Alam

Abstract

Sejak masa lampau, manusia dan alam memiliki hubungan yang erat. Hubungan
tersebut terbentuk secara alamiah karena manusia membutuhkan alam untuk keberlangsungan
hidupnya. Manusia memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan
papannya. Namun, seiring perkembangan zaman, hubungan manusia dengan alam mengalami
perubahan. Ketergantungan manusia dengan alam dimasa kini telah digantikan dengan
teknologi modern yang dirasa lebih efisien dan praktis. Disebabkan perubahan tersebut,
manusia masa kini cenderung abai dan acuh terhadap alam sekitarnya yang mengakibatkan
ekploitasi dan pencemaran alam terjadi dan mengancam kelestariannya. Realita demikian
terjadi pula di Kalimantan Tengah, perubahan budaya masyarakat yang mulanya tradisional
menjadi modern, membentuk kecenderungan kehilangan hubungan harmonis dengan alam,
yang jika dibiarkan akan mengakibatkan krisis ekologi. Mengamati permasalahan tersebut,
kemudian dilakukan penelitian kualitatif terhadap Upacara Bayar Hajat di Pulau Mintin untuk
mengungkap konstruksi kearifan lokal bagi permasalahan alam di Kalimantan Tengah.
Relevansi Upacara Bayar Hajat di Pulau Mintin sebagai objek penelitian terhadap
permasalahan alam Kalimantan Tengah, karena upacara dilaksanakan di Pulau Mintin, yang
merupakan tempat sakral di Kabupaten Pulang Pisau yang hingga kini masih terjaga
kelestarian alamnya. Pengkajian terhadap Upacara Bayar Hajat di Pulau Mintin menghasilkan
konstruksi nilai filsafat Ketuhanan dan konstruksi nilai konservasi alam yang relevan dan
dapat diimplementasikan oleh masyarakat dengan harapan mampu meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk perduli terhadap permasalahan ekologi dan turut serta melestarikan alam
Kalimantan Tengah.

References

Donder, I. K. (2006). Brahmavidya: Teologi Kasih Semesta. Surabaya: Paramita.
Durkheim, E. (2013). The Elementary Forms of The Religious Life, Sejarah Bentuk-Bentuk
Agama yang Paling Dasar. Jogjakarta: IRCiSoD.
Elbadiansyah, U. (2014). Interaksionisme Simbolik Dari Era Klasik Hingga Modern. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada.
Endraswara, S. (2012). Metodologi Penelitian Kebudayaan (Gadjah Mad). Yogyakarta.
Etika, T. (2017). Penuturan Simbolik Konsep Panca Sraddha dalam Kitab Suci Panaturan.
Tangerang: AN1MAGE.
MBA-HK. (2015). Kandayu. (Palangka Raya, Ed.). Bimas Hindu Kanwil Kalimantan Tengah.
MBA-HK. (2019). Panaturan.
Mulyana. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sanjaya, P. (2008). Acara Agama Hindu. Surabaya: Paramita.
Suhardana, KM. (2012). Panca Sraddha, Lima Keyakinan Umat Hindu. Surabaya: Paramita.
Suhardana, Komang. (2009). Panca Sraddha Lima Keyakinan Umat Hindu. Surabaya:
Paramita.
Suyadnya, P. I. G. N. M. (2013). Intisari Yajna dalam Ajaran Hindu. Surabaya: Paramita.
Wiana, I. K. (2012). Tri Hita Karana Menurut Konsep Hindu. Surabaya: Paramita.
Widana, I. G. K. (2009). Lima Cara Beryajna. Denpasar: PT. BP
Published
2024-03-05
How to Cite
Kunti Ayu Vedanti, & Megawati. (2024). Upacara Bayar Hajat Di Pulau Mintin: Konstruksi Kearifan Lokal Terhadap Pencemaran Alam Di Kalimantan Tengah. Widya Aksara : Jurnal Agama Hindu, 29(1), 1-12. https://doi.org/10.54714/widyaaksara.v29i1.252
Section
Articles