Penerapan Nilai Nilai Keteladanan Ki Hadjar Dewantara Untuk Meningkatkan Pendidikan Karakter Siswa
Abstract
Dalam kurun waktu belakangan ini di Indonesia maraknya peristiwa berbagai tindak
kriminalitas, tindak kekerasan, dan beredarnya video porno yang dilakukan oleh beberapa
artis merupakan contoh penyimpangan-penyimpangan perilaku amoral. Krisis multidimensi
dan keterpurukan bangsa, pada hakekatnya bersumber dari jati diri, dan kegagalan dalam
mengembangkan pendidikan karakter bangsa. Pendidikan diharapkan dapat memberikan
wahana pembelajaran yang memberikan peluang bagi siswa untuk mengembangkan sikapsikap seperti religiusitas, sosialitas, gender, keadilan, demokrasi, kejujuran, integritas,
kemandirian, daya juang, serta tanggung jawab. Pendidikan karakter, moral dan budaya
sebenarnya sudah dirintis oleh Ki Hadjar Dewantara dengan tri pusat pendidikan yang dimulai
dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan sosial. Lingkungan sekolah
(guru) saat ini memiliki peran sangat besar pembentukan karakter anak/siswa. Peran guru
dalam dunia pendidikan modern sekarang ini semakin kompleks, tidak sekedar sebagai
pengajar semata, pendidik akademis tetapi juga merupakan pendidik karakter, moral dan
budaya bagi siswanya. Guru haruslah menjadi teladan, seorang model sekaligus mentor dari
anak/siswa di dalam mewujudkan perilaku yang berkarakter yang meliputi olah pikir, olah
hati dan olah rasa. Konsep pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara dengan menerapkan
“Sistem Among”, “Tutwuri Handayani” dan “Tringa”. “Sistem Among” yaitu cara pendidikan
yang dipakai dalam Tamansiswa, mengemong (anak) berarti memberi kebebasan anak
bergerak menurut kemauannya, tetapi pamong/guru akan bertindak, kalau perlu dengan
paksaan apabila keinginan anak membahayakan keselamatannya. “Tutwuri Handayani”
berarti pemimpin mengikuti dari belakang, memberi kemerdekaan bergerak yang dipimpinya,
tetapi handayani, mempengaruhi dengan daya kekuatan, kalau perlu dengan paksaan dan
kekerasan apabila kebebasan yang diberikan itu dipergunakan untuk menyeleweng dan akan
membahayakan diri. “Tringa” yang meliputi ngerti, ngrasa, dan nglakoni, mengingatkan
terhadap segala ajaran, cita-cita hidup yang kita anut diperlukan pengertian, kesadaran dan
kesungguhan dalam pelaksanaanya. Tahu dan mengerti saja tidak cukup, kalau tidak
merasakan, menyadari, dan tidak ada artinya kalau tidak melaksanakan dan tidak
memperjuangkan.
References
Hamengkubuwono X. (2010). Pendidikan Karakter Bangsa dalam Konsep Kebudayaan
Ki Hadjar Dewantara. Makalah disajikan pada seminar nasional di Kadipaten
Pakualaman Yogyakarta tanggal 29 Mei 2010.
Jurnal Widya Aksara Vol. 29 No. 1 Maret 2024 63
Lickona, T. (1991). Educating for Character. Bantam Books.
Sardiman AM. (2010). Pembelajaran IPS dan Pendidikan Karakter. Kedaulatan Rakyat.
Diambil tanggal 20 Februari 2010.
Sudarto, Ki Tyasno. (2008). Pendidikan Modern dan Relevansi Pemikiran Ki Hadjar
Dewantara. Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa.
Suyanto. (2010). Urgensi Pendidikan Karakter. http://waskitamandiribk.wordpress. com.
Diunduh pada 19 September 2010.
Tauchid, Muhammad. (2004). Perjuangan dan Ajaran Hidup Ki Hadjar Dewantara.
Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa.
Williams, Russell.T. & Ratna Megawangi. (2010). Dampak Pendidikan Karakter terhadap
Anak. http://www.pondokibu.com/parenting/penddikan-anak/dampak- pendidikankarakter-terhadap-anak. Diunduh pada 20 Mei 2010.
Yaumi, Muhammad. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa melalui
Transdisiplinaritas. http://www.bharatbhasha.com/education.php/208471. Diunduh pada
20 Mei 2010
Penulis yang mengirimkan naskah melakukannya dengan pengertian bahwa jika diterima untuk publikasi, hak cipta dari artikel tersebut akan diserahkan ke Widya Aksara sebagai penerbit jurnal.
Hak cipta mencakup hak eksklusif untuk mereproduksi dan mengirimkan artikel dalam semua bentuk dan media, termasuk cetak ulang, foto, mikrofilm, dan reproduksi serupa lainnya, serta terjemahannya. Reproduksi bagian manapun dari jurnal ini, penyimpanannya dalam database dan pengirimannya oleh segala bentuk atau media, seperti salinan elektronik, elektrostatik dan mekanis, fotokopi, rekaman, media magnetik, dll., Hanya akan diizinkan dengan izin tertulis dari Widya Aksara. Namun, Penulis memiliki hak untuk yang berikut:
1. Duplikat semua atau sebagian dari materi yang diterbitkan untuk digunakan oleh penulis sendiri sebagai instruksi kelas atau materi presentasi verbal di berbagai forum;
2. Menggunakan kembali sebagian atau seluruh bahan sebagai kompilasi bahan untuk pekerjaan penulis;
3. Membuat salinan dari materi yang diterbitkan untuk didistribusikan di dalam institut tempat penulis bekerja.
STHD Klaten dan Widya Aksara melakukan segala upaya untuk memastikan bahwa tidak ada data, pendapat, atau pernyataan yang salah atau menyesatkan diterbitkan dalam jurnal. Dengan cara apa pun, isi artikel dan iklan yang diterbitkan dalam Widya Aksara adalah tanggung jawab tunggal dan eksklusif masing-masing penulis dan pengiklan.