TRADISI TEDAK SITI PERSPEKTIF PENDIDIKAN AGAMA HINDU
Abstract
Indonesia mempunyai keanekaragaman tradisi dan budaya warisan leluhur yang masih diteruskan dari generasi ke generasi hingga kini. Upacara peringatan daur hidup seseorang, sejak sebelum lahir sampai meninggal dunia, masih menjadi kebiasaan dalam budaya dan adat Jawa. Setiap peringatan diadakan selamatan khusus sesuai dengan tahap-tahap umur dan sifat selamatan misalnya brokohan, sepasaran, pitonan dan setahunan. Salah satu tradisi yang masih dijalankan hingga kini yaitu tradisi Tedak Siti. Tedak Siti merupakan salah satu kebudayaan masyarakat Jawa yang memiliki nilai filosofi yang sangat tinggi. Karena Tedak Siti merupakan salah satu peristiwa penting dalam perjalanan manusia, karena dalam masa tersebut yakni masa peralihan dari masa bayi menuju ke balita yang ditandai dengan berhasilnya seorang balita yang sudah bisa berjalan. Tedak Siti merupakan budaya warisan leluhur masyarakat Jawa, upacara tedak siti dilakukan ketika seorang anak perempuan atau laki-laki berusia 7 lapan karena 1 lapan sama dengan 35 hari, jadi umur anak saat mengadakan tedak siti berusia 245 hari. Pada usia ini, perkembangan anak sudah berada pada tahap berdiri dan di momen ini kaki anak sudah bisa menginjak tanah.
Adat budaya ini dilaksanakan sebagai penghormatan kepada bumi tempat anak mulai belajar menginjakkan kakinya ke tanah. Selain itu juga diiringi doa-doa dari orangtua dan sesepuh sebagai pengharapan agar kelak anak sukses menjalani kehidupannya. Sebagai orangtua pasti mengupayakan yang terbaik bagi anak-anaknya contohnya orangtua puasa weton anak, puasa senin kamis, puasa ekadasi dan menyelenggarakan upacara semenjak anak didalam kandungan hingga dewasa tujuannya salah satunya sujud syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, memohon keselamatan dan keberhasilan anaknya kelak. Rangkaian tradisi tedak siti meliputi proses awal anak beserta orangtua sungkem minta doa restu kepada nenek dan kakek kemudian orangtua menuntun anak menapaki jadah tujuh warna, selanjutnya anak menaiki tangga yang terbuat dari tebu, selanjutnya si anak dimasukkan dalam kurungan ayam yang sudah dihiasi untuk mengambil benda-benda yang ada didalamnya benda yang pertama kali dipilih merupakan gambaran dari minatnya di masa depan, proses selanjutnya anak diharuskan memilih gambar tokoh wayang yang dipercaya dapat membentuk karakternya ketika dewasa. Kemudian anak mengikuti prosesi dimandikan dengan air dari tujuh sumber mata air. Proses selanjutnya anakpun dipakaikan baju yang bagus dan didudukkan di tikar yang sudah diberi uang koin dan beras kuning. Proses terakhir anak dibiarkan bermain dengan teman sebaya.
Upacara Tedak Siti merupakan salah satu realisasi dari Upacara Manusia Yajna. Tri Kerangka dasar agama Hindu yaitu Tattwa, Etika dan upacara tergambar jelas dalam pelaksanaan tedak siti tersebut. Seluruh tahapan upacara tedak siti beserta semua aspek yang ada didalamnya termasuk semua banten yang digunakan memiliki makna filosofis yang menjadikan upacara menarik untuk dilihat dan pastinya menjadi salah satu bukti kekayaan budaya Jawa yang perlu kita lestarikan.
References
Dekaka Rai. 1992. Pedoman Praktis Pokok-Pokok Pelaksanaan Upacara Manusia Yadnya. Jakarta :Prasasti
Endraswara Suwardi. 2003. Mistik Kejawen. Narasi Jakarta
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta : Balai Pustaka
Lubis, F (N.D). Makna Upacara Tedhak Siten bagi masyarakat Pendukungnya : Studi Deskriptif Tentang akna Upacara Tedhak Siten Bagi masyarakat Jawa di Desa Tanjung Jati Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat.
Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia:Kajian Arkeologi, Seni dan Sejarah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Suarjaya I Wayan dkk. 2008. Panca Yajna. Denpasar : Widya Dharma
Prabupada, Bhaktivedanta Swami. 1971. Bhagavadgita Menurut Aslinya. Jakarta : Hanuman Sakti
Wiana I Ketut. 2002. Makna Upacara Yadnya Dalam Agama Hindu. Surabaya : Paramita
Penulis yang mengirimkan naskah melakukannya dengan pengertian bahwa jika diterima untuk publikasi, hak cipta dari artikel tersebut akan diserahkan ke Widya Aksara sebagai penerbit jurnal.
Hak cipta mencakup hak eksklusif untuk mereproduksi dan mengirimkan artikel dalam semua bentuk dan media, termasuk cetak ulang, foto, mikrofilm, dan reproduksi serupa lainnya, serta terjemahannya. Reproduksi bagian manapun dari jurnal ini, penyimpanannya dalam database dan pengirimannya oleh segala bentuk atau media, seperti salinan elektronik, elektrostatik dan mekanis, fotokopi, rekaman, media magnetik, dll., Hanya akan diizinkan dengan izin tertulis dari Widya Aksara. Namun, Penulis memiliki hak untuk yang berikut:
1. Duplikat semua atau sebagian dari materi yang diterbitkan untuk digunakan oleh penulis sendiri sebagai instruksi kelas atau materi presentasi verbal di berbagai forum;
2. Menggunakan kembali sebagian atau seluruh bahan sebagai kompilasi bahan untuk pekerjaan penulis;
3. Membuat salinan dari materi yang diterbitkan untuk didistribusikan di dalam institut tempat penulis bekerja.
STHD Klaten dan Widya Aksara melakukan segala upaya untuk memastikan bahwa tidak ada data, pendapat, atau pernyataan yang salah atau menyesatkan diterbitkan dalam jurnal. Dengan cara apa pun, isi artikel dan iklan yang diterbitkan dalam Widya Aksara adalah tanggung jawab tunggal dan eksklusif masing-masing penulis dan pengiklan.